Hukum Adalah Pagar, Tapi di Indonesia Pagar pun Bisa Dijual

- Jurnalis

Senin, 6 Oktober 2025 - 20:58 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Republikexpose.com ~

KUPANG NTT // Di negara kita yang tercinta Indonesia, banyak orang bicara tentang hukum seolah itu dewa yang turun dari langit. Tapi di tanah tempat matahari pertama kali menyapa Indonesia, kami tahu satu hal: hukum bisa ditegakkan, tapi juga bisa dibengkokkan, tergantung siapa yang memegangnya.

 

Itulah politik. Ia seperti angin di musim kering di Timur yang tak terlihat, tapi bisa membuat pohon paling kuat pun bergoyang.

 

Bila politik dan hukum adalah dua saudara yang lahir dari ibu yang sama bernama kekuasaan, maka politik adalah kakak yang keras kepala, dan hukum adalah adik yang sering disuruh diam.

 

Kita diminta taat hukum, tapi hukum sendiri sering tunduk pada politik. Ironi ini sudah lama hidup di republik ini dari gedung tinggi di Jakarta sampai balai kecil di kampung kami di Timur.

 

Politik Melahirkan Hukum, Tapi Siapa Melahirkan Nurani?

 

Di DPR, hukum dibahas dengan kata “demi rakyat”. Tapi kalau kita jujur, banyak pasal lahir bukan dari suara rakyat, melainkan dari bisikan lobi.

 

Hukum jadi seperti kain yang dijahit di ruang gelap, ukurannya tergantung siapa yang pesan. Dan rakyat? Mereka cuma dipanggil untuk menandatangani nota kesepahaman lewat pemilu.

 

Dari Timur, kami melihat dengan mata jernih: hukum tidak pernah netral. Ia selalu berbau politik, dan sering kali, bau itu menyengat. Setiap pasal adalah hasil perundingan, bukan perenungan. Setiap undang-undang adalah kesepakatan kepentingan, bukan jeritan keadilan.

 

Hukum Jadi Pagar, Tapi Pagar pun Bisa Dijual

 

Hukum seharusnya jadi pagar, tapi di negeri ini, pagar bisa dijual kalau ada harga. Kita sudah lihat: pejabat yang ditetapkan tersangka, bisa bersih kembali menjelang pemilu.

Baca Juga:  Melestarikan Tanaman Khas Papua, Satgas Yonif Raider 142/KJ Lakukan Penanaman Bibit Pinang

 

Atau undang-undang yang lahir terburu-buru seperti anak yang belum siap lahir tapi dipaksa keluar karena ada pesta politik menunggu. Hukum harusnya berdiri tegak di atas rakyat, tapi justru berdiri di bawah meja kekuasaan.

 

Dan ketika hukum jadi alat, keadilan mati muda. Keadilan tidak lahir dari pasal, tapi dari keberanian. Keberanian yang kini mulai langka di negeri yang penuh slogan tentang kebenaran.

 

Negara Ini Hidup di Antara Dua Bayangan

 

Politik bicara tentang arah, hukum bicara tentang batas. Yang satu mencari kemenangan, yang lain mencari keseimbangan. Tapi kalau kemenangan menindas keseimbangan, maka yang lahir bukan negara, melainkan arena.

 

Dari Timur, kami tahu arti keseimbangan. Di laut, perahu bisa karam kalau layar terlalu tegang atau tali terlalu longgar.

 

Begitu juga negara ini jika politik menarik terlalu keras, hukum akan robek. Dan ketika hukum robek, rakyat tenggelam dalam ombak ketidakadilan.

 

Ketika Politik Jadi Dalang dan Hukum Jadi Wayang

 

Sejarah kita panjang dan penuh luka. Dari masa Soekarno, Soeharto, sampai reformasi, hukum sering dimainkan di panggung politik.

 

Kadang untuk menakuti, kadang untuk menutupi. Dan rakyat selalu jadi penonton yang membayar tiket paling mahal: kehilangan kepercayaan.

 

Tapi kita juga tahu, tanpa politik, hukum tidak bisa hidup. Politik adalah jantung negara, hukum adalah darahnya. Masalahnya, jantung kita berdetak untuk siapa? Untuk rakyat, atau untuk kekuasaan?

 

Timur Bicara: Jangan Lagi Hukum Jadi Budak

 

Kami di Timur tahu rasanya hidup di pinggir hukum. Banyak perkara kecil yang besar di hati rakyat tapi tak pernah sampai ke meja pengadilan. Bukan karena kurang bukti, tapi karena kurang suara.

Baca Juga:  DANREM 172/PWY IKUTI RAKOR EVALUASI DAN TINDAK LANJUT PPKM LEVEL IV DI LUAR JAWA-BALI

 

Hukum di negeri ini sering berjalan pelan ke arah yang miskin, tapi berlari cepat ke arah yang berduit. Kami tidak ingin hukum menakuti, kami ingin hukum menegakkan. Kami tidak ingin politik mengatur segalanya, kami ingin politik mendengar nurani.

 

Negara ini akan sehat kalau politik tahu batasnya, dan hukum tahu keberaniannya.

 

Siapa yang Mengendalikan Negara?

 

Pertanyaan ini seperti ombak yang terus datang kadang pelan, kadang menghantam. Jawabannya tidak tunggal: kadang politik menang, kadang hukum berkuasa.

 

Tapi yang kita butuhkan bukan kemenangan, melainkan keseimbangan. Karena kalau politik memimpin tanpa hukum, negara jadi hutan. Kalau hukum memimpin tanpa politik, negara jadi batu.

 

Dan Indonesia tidak bisa jadi hutan atau batu ia harus jadi taman, tempat keadilan tumbuh dan rakyat bisa bernapas.

 

Dari Timur kami berseru:

Biar hukum bicara dengan tegas, dan politik belajar mendengar dengan rendah hati. Karena kalau tidak, negeri ini akan terus berputar di lingkaran lama, di mana keadilan hanya kata, dan kekuasaan tetap raja.

Red *
Oleh : Etmon Oba, S. H
Penulis adalah pegiat media massa,
(Suara Kecil dari Timur untuk Indonesia)

Berita Terkait

OKK PWI Jaya Tekankan Etika, PD/PRT, dan Penilaian Tertulis untuk Seluruh Peserta
PN Jaksel Tegaskan Perselisihan Pemberitaan Wajib melalui Dewan Pers
“Dr. Dhoni Martien: Polri Tetap Memiliki Legitimasi Konstitusional untuk Tugas Pelayanan di Jabatan Sipil”
Ketika KIM Menjaga Arus Informasi di Era Digital
Dugaan Korupsi Di BKPSDM Flotim, Terungkap Modus Manipulatif Nota Belanja
Joi Tobing Meriahkan HUT Ke 14 GSJA Duta Kasih Dengan Tema Kotbah ; “Berikan Hidup Dan Jiwa Kita Kepada Tuhan”
PDOI Jawa Timur dan FRONTAL Jatim Imbau Peserta Aksi 20 November Tetap Menjaga Kondusivitas
Penasehat Kapolri Minta Putusan MK Soal Jabatan Sipil Polisi Dijalankan Secara Humanis
Berita ini 25 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 18 November 2025 - 21:45 WIB

OKK PWI Jaya Tekankan Etika, PD/PRT, dan Penilaian Tertulis untuk Seluruh Peserta

Senin, 17 November 2025 - 21:20 WIB

PN Jaksel Tegaskan Perselisihan Pemberitaan Wajib melalui Dewan Pers

Senin, 17 November 2025 - 17:40 WIB

“Dr. Dhoni Martien: Polri Tetap Memiliki Legitimasi Konstitusional untuk Tugas Pelayanan di Jabatan Sipil”

Senin, 17 November 2025 - 17:32 WIB

Ketika KIM Menjaga Arus Informasi di Era Digital

Minggu, 16 November 2025 - 14:18 WIB

Dugaan Korupsi Di BKPSDM Flotim, Terungkap Modus Manipulatif Nota Belanja

Berita Terbaru

News

Ketika KIM Menjaga Arus Informasi di Era Digital

Senin, 17 Nov 2025 - 17:32 WIB