Perkara Penganiayaan di Raimanuk Belu, Benarkah Jaksa Lindungi Pelaku?

RepublikeXpose – Kupang

Mandeknya penanganan perkara
dugaan tindak pidana penganiayaan terhadap korban, Fandem Dapatalu di Kejaksaan Negeri (Kejari) Atambua hingga belum dilimpahkan ke Pengadilan karena alasan masih kurang alat bukti video dan foto di TKP serta rekontruksi, rupanya menuai tanya pihak keluarga korban.

Selain mengkritisi kinerja jaksa yang dinilai lamban dan belum juga menuntaskan peristiwa pidana yang terjadi pada 6 Oktober lalu di Desa Rafae, Raimanuk, Kabupaten Belu, keluarga korban juga menilai permintaan jaksa untuk membawa bukti tambahan berupa video dan foto di TKP serta rekontruksi adalah alasan yang terkesan dipaksakan dan patut dipertanyakan.

“Kami menduga ada yang tidak beres terkait penanganan perkara ini. Sudah jelas kasus ini pidana murni penganiayaan biasa dan bukan pembunuhan atau pemerkosaan sebagaimana Laporan Polisi, sehingga tidak perlu ada rekontruksi. Kan aneh, semua bukti sudah terpenuhi tapi jaksa malah minta bukti tambahan yang terkesan dipaksakan dan mempersulit penyidik,” ungkaPutra Dapatalu yang juga kakak kandung korban kepada media ini di Kupang (30/1/2024).

Bahkan Putra yang juga seorang pengacara ini secara tegas menuding alasan Jaksa penyidik bernama Reza yang menangani kasus ini, terkesan dipaksakan, tidak profesional dan diduga “masuk angin”, hingga habisnya masa tahanan polisi terduga pelaku Rio Costa.

“Jika kasus seperti ini tidak bisa ditangani karena terindikasi melindungi pelaku, mempersulit penyidik dan korban untuk mendapatkan keadilan, maka sebaiknya Kajati NTT segera mencopot Jaksa Reza dari jabatannya, dan menggantikan dengan jaksa lain yang lebih profesional dan bekerja dengan hati nurani dalam menegakan supremasi hukum,” ujar Putra.

Menanggapi alasan Jaksa terkait perlunya Rekonstruksi dalam peristiwa pidana ini,
Ahli Hukum Pidana Unwira Kupang, Mikhael Feka menegaskan, dalam KUHAP tidak diatur tentang rekonstruksi dalam perkara Pidana.

Menurutnya Rekonstruksi diatur dalam Pasal 23 Ayat (3) Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019, disebutkan bahwa untuk menguji persesuaian keterangan para saksi atau tersangka penyidik dapat melakukan rekonstruksi.

“Berdasarkan Per Kapolri tersebut rekonstruksi tidak wajib dilakukan apabila keterangan saksi-saksi atau tersangka dan alat bukti lainnya sebagai mana di atur dalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP telah bersesuaian,” terangnya melalui keterangannya di kutip (29/1/2024).

Rekonstruksi lanjut Feka, bukanlah satu – satunya cara untuk memastikan persesuaian tersebut karena bisa dilakukan dengan cara konfrontasi para saksi.

” Rekonstruksi lebih pada cara dilakukannya suatu tindak pidana jika keterangan saksi atau tersangka belum bersesuaian maka bisa dilakukan Rekonstruksi tapi kalau sudah bersesuaian tidak perlu dilakukan Rekonstruksi,” kata Feka.

Hingga berita ini diturunkan Jaksa Penyidik, Resa belum berhasil dikonfirmasi.

(Red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *