RepublikeXpose – Jakarta
Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Kuasa Hukum SK Budiardjo & Nurlela
Hari Raya Idul Fitri Tahun ini (1445 H/ 2024 M), agak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, khususnya bagi Supardi Kendi Budiardjo (Ketua FKMTI) dan istrinya, Nurlela. Keduanya, tidak bisa berkumpul bersama keluarga, berbagi ucapan selamat dan berkirim kue lebaran, saling mengunjungi sanak famili, atau sederhananya menjalankan Sholat Ied bersama keluarganya.
Hingga Selasa (9/4/2024), SK Budiardjo masih ditahan di rutan Salemba. Sementara sang istri, Nurlela ditahan di Rutan Pondok Bambu. Keduanya, saat ini sedang mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung R.I. atas kasus kriminalisasi yang menimpa keduanya.
Sekedar untuk mengingat kembali, keduanya adalah pemilik tanah dengan bukti AJB dan Girik C 1906 dan Girik 5047, tanah diurug, dipagari dan dijadikan usaha cuci mobil (car wash). Tanah yang mereka beli dari Abdul Hamid Subrata dan Edy Suwito pada tahun 2006. Belakangan pada tahun 2010 di klaim sebagai tanah Agung Sedayu Group (Group Property milik Aguan/Sugiyanto Kusuma), lalu dibangun Perumahan Golf Lake Residence, di Jl. Out Ring Road, Cengkareng, Jakarta Barat.
Alih-alih menggugat SK Budiardjo & Nurlela untuk membuktikan kepemilikannya, Agung Sedayu Group melalui anak usahanya PT Sedayu Sejahtera Abadi (PT SSA) langsung menguasai fisik tanah dengan cara memagari, menguruk, mendatangkan preman untuk mengusir SK Budiardjo. Usaha cuci mobil (car wash) milik SK Budiardjo hancur dan 5 kontainernya dicuri, bahkan SK Budiardjo mengalami pemukulan dan ujungnya justru menjadi tahanan.
Laporan SK Budiardjo tentang penyerobotan tanah, pencurian 5 kontainer dan pemukulan tidak diproses hingga pengadilan. Namun, laporan Agung Sedayu melalui PT SSA begitu cepat diproses, SK Budiardjo dan istri ditangkap dan ditahan dengan tuduhan memalsukan dokumen, divonis 2 tahun oleh PN Jakarta Barat, banding ditolak PT DKI Jakarta, dan kini sedang proses Kasasi.
Padahal, dalam fakta persidangan dua AJB dari Notaris Uyun Yudibrata dan Girik C 1906 dan Girik 5047 terbukti asli. Jaksa, tidak dapat membuktikan dakwaannya. Namun, majelis hakim melipir memvonis dengan dakwah alternatif jaksa dengan menyatakan ada keterangan palsu dalam 2 AJB dan Girik C 1906 dan Girik 5047.
Malahan, girik-girik sebagai alas terbitnya SHGB 1633 milik PT SSA tidak terdaftar. Bahkan, berdasarkan BAP pejabat BPN, girik-girik alas SHGB 1633 berubah-ubah, dengan luasan tanah yang juga berubah-ubah. Tapi fakta ini diabaikan oleh majelis hakim.
Penulis meyakini kalau pertimbangan kasus an sich hukum, SK Budiardjo & Nurlela pasti bebas. Tapi karena lawannya Aguan, yang disinyalir telah menguasai sejumlah oknum APH khususnya di kepolisian dan kejaksaan, maka akhirnya putusan zalim yang dijatuhkan. SK Budiardjo & Nurlela di vonis 2 tahun penjara.
Sejak 9 Januari 2024, berkas permohonan Kasasi telah dikirim ke Mahkamah Agung R.I., dengan nomor surat pengantar 117/PAN.PN.W10-U2/HK.01/I/2024 dan 118/PAN.PN.W10-U2/HK.01/I/2024. Mulanya, penulis berdo’a agar sebelum lebaran Idul Fitri 1445 H putusan kasasi sudah keluar dan membebaskan SK Budiardjo & Nurlela sehingga bisa berlebaran dan berkumpul bersama keluarga.
Namun ternyata, takdir Allah SWT telah menuliskan suratan nasib untuk SK Budiardjo & Nurlela harus berlebaran di penjara. Menjalani masa kriminalisasi yang dilakukan oligarki mafia tanah, atas hak tanah yang mereka beli secara sah. Lebaran tahun ini, SK Budiardjo & Nurlela menjalaninya di tahanan Rutan Salemba dan Rutan Pondok Bambu.
Penulis berdoa, semoga di Mahkamah Agung kasus ini ditangani oleh Majelis Hakim yang berintegritas, memiliki nurani dan komitmen pada keadilan. Tidak takut intimidasi dan tekanan juga godaan uang, sehingga dapat memutuskan perkara seadil-adilnya, yakni memberikan putusan yang mengembalikan SK Budiardjo & Nurlela kembali berkumpul bersama keluarganya.
Secara hukum, tanah SK Budiardjo tidak akan pernah hilang. Riwayatnya akan abadi milik SK Budiardjo. Statusnya tidak pernah berubah, tidak akan berpindah menjadi milik PT SSA karena PT SSA tidak pernah membelinya, namun hanya mengambil paksa untuk dibangun perumahan Golf Lake Residence. Kemampuan Agung Sedayu Group via PT SSA memenjarakan SK Budiardjo & Nurlela hanya karena faktor kekuasan, bukan faktor hukum.
Secara hukum, justru girik girik asal dari SHGB 1633 milik PT SSA bermasalah. Sehingga, tak ada landasan hukum bagi PT SSA membangun perumahan diatas tanah milik SK Budiardjo & Nurlela.
Suatu saat, kekuasaan pasti bergulir. Kezaliman pasti akan dibalas. Siapapun yang zalim pasti akan mengalami hal serupa, kecuali segera meminta maaf dan menyelesaikan urusannya secara baik dengan pihak yang dizalimi.
Pilu, prihatin dan sedih rasanya, ada elemen anak bangsa yang hidup terjajah di negerinya sendiri. Kedaulatan tanah rakyat, benar-benar telah dirampas oleh mafia. Kasus SK Budiardjo hanyalah fenomena gunung es, yang nampak hanya sebagian saja.
Masih banyak, ratusan ribu bahkan jutaan rakyat yang mengalami nasib sama, menjadi korban mafia tanah. Negara tidak hadir membela dan melindungi rakyatnya, tapi malah justru mengambil peran sebagai centeng oligarki.
Dalam kasus yang dialami SK Budiardjo ini, sebenarnya berkasnya sudah sampai ke Kementrian ATR (zaman Pak Hadi Tjahyanto), Kemenkopolhukam (Pak Mahfud MD), Kejaksaan Agung, Kapolri (zaman Pak Tito Karnavian, saat itu Pak Listyo Sigit menjabat Kadiv Propam dan Pak Aridono sebagai Wakapolri). Bahkan, sudah sejak lama sampai di meja Presiden Jokowi melalui Pak Sukiyat (pencetus mobek Esemka). Tapi, alih-alih membela rakyat, kekuasan justru menjadi stempel oligarki dan mafia tanah, untuk berbuat zalim dan merampas tanah rakyat.
(Red).