RepublikeXpose.com =
JAKARTA //— Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang polisi aktif menduduki jabatan sipil langsung menjadi topik hangat di banyak kalangan. Di tengah ramainya pembahasan itu, Penasehat Ahli Kapolri Bidang Kebijakan Publik, Assoc. Prof. Dr. Dhoni Marthien, S.H., M.H., menyampaikan pandangan menyejukkan: putusan harus dijalankan, tetapi jangan sampai ada pihak yang merasa dirugikan.
MK sebelumnya memutuskan bahwa anggota Polri aktif dilarang mengisi jabatan sipil apa pun. Untuk menduduki kursi tersebut, polisi harus mengundurkan diri atau pensiun lebih dulu.
Frasa “penugasan dari Kapolri” yang selama ini membuka ruang penempatan polisi di berbagai lembaga resmi dicabut oleh MK karena dianggap memperluas makna undang-undang.
Menurut Dhoni, putusan ini penting untuk memperkuat netralitas, namun ia mengingatkan bahwa negara juga tidak boleh melupakan sisi manusia di balik seragam cokelat. Banyak anggota Polri yang kini menjabat di instansi sipil sudah mengabdi bertahun-tahun dan menjadi bagian penting dari lembaga tempat mereka bertugas.
“Putusan MK wajib kita hormati. Tapi pelaksanaannya jangan sampai terasa seperti hukuman. Mereka itu sedang menjalankan tugas negara, bukan sedang mencari jabatan,” ujar Dhoni dalam keterangannya.
Dhoni juga menyinggung realitas di lapangan bahwa sebelum ada putusan ini, rangkap jabatan bukan hal baru di pemerintahan. Banyak pejabat sipil yang menjabat sebagai ketua umum organisasi atau memegang lebih dari satu posisi. Karena itu, ia menilai wajar jika pelaksanaan aturan baru membutuhkan masa transisi agar tidak menimbulkan kekacauan.
Ia mendorong pemerintah melakukan harmonisasi aturan, terutama karena banyak lembaga—seperti BNN, BNPT, BSSN, hingga KPK—yang selama ini sangat bergantung pada keahlian teknis kepolisian. Jika semua pejabat Polri ditarik mendadak, fungsi lembaga-lembaga itu bisa terganggu.
Dhoni mendorong adanya masa transisi yang wajar, misalnya dua tahun, agar proses penarikan dilakukan secara bertahap. Di masa itu, lembaga terkait bisa menyiapkan pengganti, sementara anggota Polri memiliki waktu menentukan pilihan terbaik: kembali ke struktur Polri, alih status menjadi ASN, atau purna tugas secara terhormat.
“Yang terpenting, jangan sampai negara kehilangan fungsi penting hanya karena perubahan dilakukan terburu-buru,” tegasnya.
Dhoni juga menekankan bahwa meski polisi aktif tak boleh lagi menduduki jabatan sipil, Polri tetap bisa menjalin kerja sama melalui berbagai mekanisme resmi.
“Tidak harus duduk di jabatan struktural. Ada banyak cara untuk tetap membantu negara tanpa melanggar putusan MK,” tambahnya.
Pernyataan Dhoni Marthien mendapat respons positif dari berbagai pihak karena menawarkan jalan tengah yang elegan: menghormati putusan MK, menjaga stabilitas lembaga negara, dan tetap melindungi martabat anggota Polri yang selama ini mengabdi di jabatan sipil.
Pandangan humanis itu diharapkan dapat menjadi pegangan bagi pemerintah, Polri, dan lembaga-lembaga terkait agar implementasi putusan MK berjalan damai, rapi, dan tidak menimbulkan gejolak. (Red *)








