Republikexpose com ~
JAKARTA // _Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)_
_”Pokoknya gak ada masalah, kita harus, perlu bayar Rp 1 (triliun) sampai Rp 2 triliun per tahun, tapi manfaatnya mengurangi macet, mengurangi polusi, mempercepat perjalanan, ini semua harus dihitung ya,”_
[Presiden Prabowo Subianto, 4/11/2025]
Nampaknya, harapan masyarakat agar dugaan korupsi proyek kereta cepat di era Jokowi diusut akan kandas. Pasalnya, otoritas tertinggi di Republik ini justru ‘pasang badan’, dan mengadopsi argumentasi yang ‘copy paste’ dari Jokowi, untuk mem-back-up penuh kasus kereta Whoosh.
Baru-baru ini, Pemerintah menyatakan menjamin akan membayar utang proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung ke China (Whoosh). Hanya saja, Presiden RI Prabowo Subianto tidak menjelaskan, apakah pembayaran cicilan itu menggunakan dana dari APBN atau Danantara.
Jaminan ini, jelas mengaburkan sekaligus memupuskan harapan masyarakat agar kasus ini diungkap. KPK, dalam waktu dekat kemungkinan juga akan mengikuti kebijakan politik Presiden yang telah ‘pasang badan’ untuk proyek ini, dengan mengumumkan hasil penyelidikan dengan menyatakan tidak ditemukan adanya unsur korupsi di proyek Whoosh.
Presiden pasang badan untuk proyek Whoosh (Jokowi). Bahkan, mengumumkan jaminan itu secara langsung.
Namun, kenapa Presiden tidak berani pasang badan untuk rakyat Banten, korban perampasan tanah oleh oligarki PIK-2?
Untuk urusan pagar laut pun, dulu Presiden tak berani bicara langsung dihadapan rakyat seperti dalam kasus kereta Whoosh ini. Bahkan, pencabutan pagar laut terkesan ‘main-main’.
Pasalnya, pasca pencabutan pagar laut dan pengumuman pencabutan status PSN PIK-2 proyek ini tidak dihentikan. Akan tetapi, proyek hingga tulisan ini dibuat, masih terus berjalan.
Pagar laut juga masih banyak berserakan di wilayah perairan Utara Tangerang. Sebagian pagar itu, wilayah lautnya telah direklamasi oleh PIK-2.
Ahad lalu (2/11), kami mendatangi lokasi reklamasi melalui jalur sungai, menelusuri pinggiran laut hingga sampai ke lokasi Reklamasi.
Kami menyusuri kali Cisadane yang membelah dua desa dan dua kecamatan. Di sebelah kanan ada Desa Tanjung Burung kecamatan Teluk Naga. Sementara disebelah kiri, ada wilayah Desa Kohod kecamatan Paku Haji.
Sesampainya di laut, di sepanjang perjalanan kami masih melihat banyak pagar bambu (pagar laut) yang masih berdiri. Dan lokasi Reklamasi yang videonya viral, benar-benar ada dan nyata.
Proyek PSN PIK-2 Tropical Coasland seluas 1.755 ha, 1.500 ha adalah kawasan hutan lindung (hutan Mangrove). Semestinya diperiksa, berapa hektar wilayah hutan lindung yang sudah disulap menjadi kawasan industri properti.
Menurut Sekjen MUI Amirsyah Tambunan, setidaknya sudah ada sekitar 400 ha yang digarep proyek PIK-2. Sementara itu, disepanjang pagar laut ada 263 SHGB. 234 SHGB milik PT IAM, 20 SHGB milik PT CIS, sisanya 9 SHGB milik perorangan.
Harus diusut, kenapa hanya 210 SHGB yang dikembalikan haknya oleh Agung Sedayu Group. Apakah sisa SHGB tersebut sudah ditimbun/direklamasi?
Semestinya, pemerintah dan DPR yang melakukan inspeksi ke kawasan PIK-2. Bukan kami. Akan tetapi, sebagai bentuk bhakti dan derma kami pada negeri, kami berjuang demi menjaga kedaulatan dari rongrongan industri properti milik Aguan dan Anthoni Salim, oligarki PIK-2.
Sampai hari ini, Presiden Prabowo Subianto masih diam. Tak memberikan arahan apapun atas direnggutnya kedaulatan negara di wilayah Banten oleh oligarki PIK-2.
Sementara dalam kasus kereta cepat, Presiden segera pasang badan.
Kapan Presiden Prabowo Subianto segera sigap bertindak, pasang badan untuk rakyat Banten, melindunginya dari kejahatan Oligarki PIK-2?
[ Red *].
Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat,

					





						
						
						
						
						

