RepublikeXpose.com ~
BANTEN //Proyek Pantai Indah Kapuk 2 (PIK-2), jelas merugikan masyarakat dan Negara. Struktur kerugian itu, setidaknya terbaca dalam 3 kawasan:
*Pertama, Kawasan Laut yang ‘disulap’ menjadi kawasan darat, dengan modus menerbitkan 243 SHGB atas nama anak usaha Agung Sedayu Group, *yang esensinya terjadi perampasan wilayah kedaulatan laut yang menjadi kewenangan Negara, yang diokupasi menjadi hak korporasi (swasta) melalui penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) diatas perairan laut Tangerang Utara. Kasus ini, berujung proses hukum terhadap Arsin Kades Kohod dkk, yang saat ini sedang diadili dalam sidang Tipikor (Tindak Pidana Korupsi), di Pengadilan Negeri Serang.
Sayangnya, dalam kasus ini korporasi milik Aguan (Anak Usaha Agung Sedayu Group, Yakni PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa) hanya dihukum mengendalikan hak atas 210 SHGB yang mereka miliki.
Kedua,* kawasan darat yang dirampas dengan modus menerbitkan sejumlah NIB (Nomor Induk Bidang) termasuk SHM atas nama Gojali, Vredy dan Hendry, yang luasnya hingga 900 ha juga modus menguasai tanah dengan menerbitkan alas hak diatas tanah rakyat (overlapping). Di kawasan darat inilah, *sejumlah tanah rakyat dirampas, seperti yang dialami oleh Charlie Chandra yang kehilangan 8,7 ha tanah miliknya, dengan modus merampas melalui ahli waris the pit nio.
Ketiga,* kawasan hutan lindung yang menjadi kewenangan Negara *yang dirampas dengan modus penerbitan status PSN (Proyek Strategis Nasional) tanpa melakukan perubahan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Di era rezim Jokowi, PIK 2 mendapatkan status PSN setelah Jokowi melalui Menko Ekonomi Airlangga Hartarto menerbitkan Surat Kemenko Perekonomian No. 6 Tahun 2024 tanggal 15 Mei 2024 dan Surat Komite Percepatan Penyedia Infrastruktur (KPPIP) No PK.KPPIP/55/D.IV.M.EKON.KPPIP/06/2024, tanggal 4 Juni 2024 prihal : Surat Keterangan PT Mutiara Intan Permai sebagai Badan Usaha Pengelola dan Pengembang PSN PIK-2 Tropical Coastland.
Melalui surat inilah, Proyek PIK-2 merampas lahan seluas 1.755 Ha kawasan hutan lindung (milik negara), yang dijadikan proyek komersil Tropical Coasland. Lahan itu kemudian dikelola yang rencananya terdiri dari:
1. Taman Bhinneka 54 Ha,
2. Safari Zoo 126 Ha,
3. Golf Course 135 Ha;
4. Wisata Mangrove 302 Ha,
5. Sirkuit Internasional 217 Ha; dan
6. Ecotourism 687 Ha
Menurut informasi yang penulis himpun, kawasan proyek Tropical Coasland ini sebagian sudah terbangun bangunan komersil. Pihak PIK-2 kebingungan melegitimasi bangunan yang jelas liar dan tanpa IMB ini.
Rencananya, PIK-2 mau tukar guling (Ruslah). Agar kawasan hutan lindung yang terbangun ini dapat dilegalisasi, dan kemudian diganti dengan lahan lain yang dijadikan pengganti. Namun, info yang penulis terima Kementerian Kehutanan tak berani ambil resiko.
Perubahan kawasan hutan lindung menjadi kawasan komersil tanpa disadari RUTR dan RDTR jelas merupakan korupsi kebijakan. Negara merugi, karena kehilangan kawasan hutan lindung yang kini dikuasai oleh PIK-2.
Oleh karenanya, Keputusan penghapusan status PSN PIK-2 yang saat ini ramai diberitakan, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 16 Tahun 2025 yang merupakan Perubahan Kedelapan atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional yang ditetapkan pada 24 September 2025, dimana dalam beleid tersebut, Proyek PIK 2 Tropical Coastland dinyatakan dihapus, tidak cukup.
Semestinya, selain menghapus status PSN PIK-2, pemerintah wajib segera melakukan audit dengan melibatkan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), untuk menghitung kerugian negara akibat alih fungsi hutan lindung menjadi kawasan komersil, dan melakukan penyidikan atas dugaan penyalahgunaan wewenang dan/atau perbuatan melawan hukum yang merugikan Negara, berdasarkan Pasal 2 dan/atau 3 UU Tipikor (UU No. 31/1999 Jo UU No. 20/2001).
Kenapa Aguan dan Anthoni Salim juga wajib diperiksa?
Jawabnya, adalah karena Bahwa Aguan atau Sugiyanto Kusuma dan Anthoni Salim secara bersama-sama adalah pemegang saham 89,2 % (mayoritas) PT PANTAI INDAH KAPUK DUA (PANI), dimana Aguan selaku pemilik Agung Sedayu Group dan Anthoni Salim selaku pemilik Salim Group keduanya melalui PT Multi Artha Pratama menguasai 13.939.040.035 saham per 31 Desember 2023.
Red **
Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.*
Advokat
_Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)_