RepublikeXpose. Com =
FLOTIM // Ditengah gelombang badai bencana Alam yang menimpa sebagian besar wilayah dan
dalam semangat efisiensi anggaran yang di berlakukan pemerintah pusat tentunya pemerintah Flotim terus berbebah untuk mewujudkan cita – cita dalam meningkatkan mutu pembangunan .
Hematnya pemberlakuan penghematan anggaran dalam implementasi rillnya, dimaknai sebagai mengurangi pembelanjaan yang tidak urgen dan lebih fokus terhadap belanja daerah dalam menjawab program strategis pembagunan wilayah dalam target kepemimpinan baru Flotim saat ini.
Persoalan pengadaan 4 unit kapal ikan pursine tampa dokumen dan penyerahan 29 unit kapal ikan pole and line ke Kantor pelayanan kekayaan Negara dan lelang (KPKNL) dengan 2,5 persen beban anggaran yang harus di tanggung pemda Flotim masih menjadi catatan kelam dimasa transisi pemerintahan Flotim dan menjadi pekerjaan rumah yang menyita konsentrasi pemimpin baru Flotim.
PENGADAAN KAPAL
Pengadaan 12 unit kapal ikan yang diperuntukan bagi kelompok nelayan yang sudah dipastikan kelayakan oleh tim survey dinas perikanan, pertama kali di diungkapkan Kadis Perikanan dalam wawancara media saat penyerahan bantuan 12 unit kapal ikan kepada kelompok nelayan (30/12/2024).
Menurut Kadis Perikanan, kapal ikan berjenis fiber glas yang diserahkan ke kelompok nelayan berjumlah 12 unit. Namun ternyata
belakangan baru diketahui pengadaan kapal ikan tersebut terdiri dari 4 unit kapal bertipe pursine bertonase 7 groston(gt) dengan perinciannya lengkap dengan alat tangkap setotal Rp.2,8 miliard dan 8 unit perahu fiber glas bertonase 2 gros ton (gt) lengkap dengan alat tangkap setotal Rp.1,36 miliar.
Pengadaannnya dilakukan secara E purachasing(sirup LKPP 2024.
Dalam penelusuran media, di ketahui pengadaan 4 unit kapal pursine bertonase 7 gt lengkap dengan alat tangkap di bandrol harga per unit Rp.675 juta dengan penambahan ongkos kirm sebesar Rp. 38 juta dan di menangkan oleh penyedia CV. Karya Elisa yang beralamat di Kupang.
Sesuai catatan media, sejak di serahakan ke kelompok nelayan penerima bantuan kapal terungkap 4 unit Kapal pursine yang di serahkan di tanggal 30/12/2024 terpantau tampa alat tangkap pursine melainkan berisikan kelengkapan alat pancing sebanyak 5 buah (bukan unit). Hal ini diketahui media saat melihat langsung kondisi kapal dilapangan usai serah terima.
MEMAHAMI HIBAH PEMERINTAH
Kata bantuan hibah yang digunakan media dalam pemberitaan merupakan keterangan media yang disampaikan kadis perikanan saat di wawancarai (30/12/2024), diyakini
media sebagai pemahaman kadis selaku pimpinan lembaga teknis dalam penguasaan regulasi terkait hibah.
Dalam kenyataannya, pengunaan istilah Hibah oleh media dalam pemberitaan menuai respon komisi II DPRD.
Terbukti
dalam RDP terungkap bahwa kapal bantuan adalah barang aset pemda yang diserahkan ke kelompok nelayan untk di kelola dan bukan hibah.
Mungkin kita bersepakat dengan komisi II DPRD terkait barang aset pemda Fotim, karena jika mengacu kepada regulasi Hibah (permendagri no.123/2018) jelas menyiratkan syarat penerima hibah daerah yang bersumber dari anggaran dan pendapatan belanja daerah (APBD) dan pemenuhan mekanisme perencanaan dan penganggaran hibah.
Namun jika dalam pernyataan pers, sang Kadis Perikanan menyatakan kapal bantuan ini sebagai hibah dan menjadi polemik dalam pemberitaan media, maka ada kemungkinan Kadis Perikanan kurang memahami aspek hibah pemda dari aspek regulasi, sehingga bisa dipertanyakan terkait keberadaan kelompok penerima bantuan kapal saat ini.
Fakta ketiadaan dokumen pendukung kelompok nelayan penerima bantuan kapal sesuai syarat regulasi dan fakta tentang kelompok nelayan penerima bantuan hanya bermodalkan proposal merupakan bentuk keteledoran instasi teknis dalam menyikapi panduan regulasi yang memberi gambaran tentang lemahnya sistem perencanaan kegiatan pada dinas Perikanan Flotim.
Polemik soal hibah dan bukan hibah pada bantuan kapal terungakap dalam RDP komisi II DPRD flotim. Pasalnya pernyataan kadis perikanan terhadap kapal yang diserahkan adalah hibah dalam pemberitaan sebelumnya menuai pertanyaan Komisi II DPRD.
Komisi II DPRD Flotim tetap mengacu pada perencanaan dan penganggaran APBD flotim tahun 2024 yang tidak memuat alokasi hibah pemda ke masyarakat.
Tentu akan menjadi kesepakatan kita bersama soal aset daerah yang di serahkan ke nelayan untuk di kelola, Namun akan menjadi soal bagi Dinas Perikanan terkhusus bagi kelompok nelayan penerima bantuan dalam pengurusan izin, karena perizinan tentu membutuhkan legalitas soal hak milik atas kapal.
Artinya jika perizinan kapal membutuhkan dokumen kepemilikan, maka kita tentunya bersepakat bahwa dinas perikanan harus memberikan kapal ini secara hibah.
Pertanyaannya,Jika benar tampa dokumen perencanaan hibah daerah yang bersumber dari APBD Flotim tahun 2024 namun demi tuntutan perizinan kapal, mungkinkah Pemerintah dan DPRD mau memberikan hibah kapal ke kelompok nelayan dan menerbitkan surat hibah atau akta hibah untuk mengsahkan hibah kepada kelompok nelayan ?
Hal ini tentu akan menjadi semakin menarik dan memicu perdebatan ketika pemda dan DPRD dapat menyikapinya dengan melangkahi regulasi.
Karena jika tidak demikian maka ada konsekwensi lain yakni penarikan kembali semua armada kapal bantuan dan menimnjau kembali prosesnya.
PERIZINAN KAPAL
Fenomena bantuan unit kapal pursine dalam bandrolan harga per unit Rp.675 juta menjadi kian menarik untuk di ulas.
Pasalnya ditengah terkait adanya komitmen APIP dan informasi pemeriksaan Kejaksaan Negeri Flotim terhadap pelaksana yang terkait dalam pengadaan kapal ikan, ternyata sisi pengurusan dokumen perizinan kapal pun kian menarik untuk di ulas.
Kapal tanpa dokumen saat di serahkan penyedia ke PPK dinas perikanan menjadi catatan buruk yang memicu dugaan adanya kerugian keuangan negara dalam pengadaan kapal tersebut.
Sesuai catatan media, terkendalanya penerbitan izin pengoprasian kapal karena masih terbentur banyak syarat yang belum di penuhi dinas perikanan Flotim.
Namun fakta dalam RDP, dihadapan komisi II DPRD Flotim Kadis Perikanan menyampaikan kendala pengurusan perizinan dikarenakan penyedia dalam hal ini CV. Karya Elisa belum menyerahakan dokumen kapal ke PPK Dinas Perikanan.
Perijinan kapal ikan dapat diterbitkan tentunya dengan memenuhi syarat perijinan yang sudah di tentukan regulasi. Artinya dalam hal kapal bantuan ini tentunya dinas perikanan harusnya mendesak pihak penyedia CV Karya Elisa untuk menyerahkan dokumen kapal sebagai syarat pengadaan barang dan jasa.
Jika tidak demikian maka jelas hal ini sebagai bentuk keteledoran pihak PPK dinas perikanan, karena faktanya PPK sudah terlebih dahulu melakukan transaksi pelunasan hak penyedia dalam kondisi dokumen kapal belum diserahkan ke PPK.
.
Hal ini tentunya memicu lambannya proses pengurusan perizinan kapal.
Jika menyimak fakta regulasi, tentunya perizinan atas kapal ini juga membutuhkan dokumen syarat lainnya terkait SIUP, akta hibah dan syarat lainnya untuk penerbitan gros akta dan sipi dan perizinan lainnya. Disini diperlukan legalitas kelompok danU dokumen hibah sebagai pengesahan kepemilikan.
Menyimak pernyataan komisi II terkait barang pemerintah yang diserahkan ke kelompok nelayan untuk di kelola dan pada kenyataannya kapal membutuhkan pengesahan hak milik atas kepemilikan kapal,
maka hal ini akan menjadi tantangan tersendiri karena tuntutannya perizinan bertumpu juga pada hak kepemilikan atas kapal. Sedangkan pada sisi lain Komisi II DPRD tidak bersepakat tentang barang hibah pemda.
Hematnya, proses pengurusan perizinan tidaklah terlalu memberatkan jika pemenuhan syarat perizinan dapat di penuhi dinas Perikanan Fotim.
Namun fakta menunjukan kemungkinan terhambatnya proses perizinan karena PPK belum
menerima dokumen kapal dari penyedia dan terbentur syarat lain dalam hibah kapal yang sudah tentu melanggar regulasi dan perencanaan hibah yang bersumber dari APBD.
Terkait penerbitan PAS besar sementara dan surat ukur sementara oleh Syabandar Larantuka (Maret 2025) sesuai penyampaian Kadis Perikanan dalam RDP, bukanlah akan semakin menjadi pelengkap penderitaan karena dokumen tersebut bukan menjadi pendasaran dokumen kapal.
Penerbitan dokumen PAS besar sementara yang berjangka 3 bulan, berdasarkan informasi pihak syabandar larantuka merupakan kebijakan pihak syabandar larantuka dalam membantu nelayan supaya bisa melaut. Disini pihak dinas atau pemilik kapal dapat menyiapkan dokumen kapal agar bisa di proses pengurusan PAS besar permanen.
Dan untuk sementara
tidak dapat dijadikan sebagai dokumen untuk
pengajuan penerbitan surat izin penangkapan ikan (sipi).
FAKTA RAPAT DENGAR PENDAPAT (RDP)
RDP komisi II DPRD dan dinas perikanan Flotim terkait pengadaan kapal ikan berujung tanpa rekomendasi krusial sebagai sikap lembaga.
Fakta lemahnya rekomendasi sebagai sikap lembaga dalam menanggapi soal pengadaan kapal ikan menjadi hal menarik dan di sesalkan.
Semestinya soal pengadaan kapal yang dalam fakta RDP terungkap soal kewajiban penyedia dalam hal ini CV Karya Elisa yang belum menyerahkan dokumen kapal sejak serah terima di Desember 2024 dan hak penyedia sudah di bayarkan lunas oleh PPK dinas perikanan harusnya menjadi catatan kritis komisi II DPRD Flotim.
Sayangnya, celah ini tidak melahirkan catatan kritis lembaga DPRD Flotim terhadap adanya dugaan pelanggaran aturan dalam pengadaan kapal ikan ini.
Pasalnya peran sentral pada pengadaan kapal ini tentu bertumpu pada peran PPK yang bertanggung jawab atas pengadaan barang secara E purachasing.
Tentunya pelunasan terhadap hak penyedia dalam kondisi kewajiban belum terselesaikan merupakan kondisi luar biasa dalam sebuah mekanisme pengadaan barang dan jasa di lingkup pemda Flotim.
Mirisnya tidak ada satupun rekomendasi yang di buatkan Komisi II DPRD sebagai tindak lanjut sebagai fenomena yang bisa ditemui.
RESPON APIP DAN LANGKAH KEJARI FLOTIM
Respon Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) dan langka Kejaksaan Negeri (Kejari) Flotim patut di apresiasi.
Indikasi adanya dugaan kerugiaan keuangan negara dalam mekanisme pengadaan menjadi semakin menarik ketika mulai direspon oleh lembaga pengawas dan lembaga hukum.
APIP Flotim secara tegas merespon pemberitaan media dengan komitmennya untuk melakukan pemeriksaan terhadap alur pengadaan kapal yang masih menyisahkan soal.
Begitupun juga informasi yang media terima soal langkah pemanggilan para pihak oleh Kejari Flotim yang terlibat langsung dalam mekanisme pengadaan barang dan jasa pada lingkup dinas perikanan.
Hal baik dan angin segar ini yang patut di ajungkan jempol, artinya dalam keterbatasan anggaran APIP untuk pengurusan laporan masyarakat Flotim, tentunya komitmennya terhadap penuntasan dugaan ini yang kita perlukan.
Semua kita pastinya menunggu tindak lanjut dari komitmen APIP Flotim dan kerja ektra diam lembaga Kejari Flotim dalam menyikapi soal pemberitaan media.
Harapanya semoga kerja sama kedua lembaga ini dapat membuka tabir baru terkait fakta soal ini dalam penegakan super masih hukum di Flotim.
CATATAN AKHIR MEDIA
Di tengah semakin menariknya alur pengungkapan fakta soal pengadaan kapal oleh media ini, sudah pasti melahirkan berbagai presepsi bagi setiap kerja peliputan media.
Beragam presepsi yang terbangun usai pemberitaan merupakan hal positif dari konsekwensi sebuah pemberitaan media. Namun tanggung jawab media ada pada pemberitaan dengan tetap menjaga keseimbangan dan etika jurnalistik.
Menanggapi pernyataan Kadis Perikanan Moh.Ikram., SPi saat RDP kedua bersama komisi II DPRD Flotim yang menyatakan pemberitaan media tidak sesuai fakta merupakan bentuk pernyataan yang tidak bertanggung jawab dan bentuk respon diri atas ketakutan pimpinan lembaga teknis ini terhadap pemberitaan media.
Pernyataan Kadis ini dan soal mengahalangi peliputan media dengan pemblokiran nomor kontak media ,jelas menandakan sikap arogansi pimpinan lembaga teknis yang tidak transparan kepada media.
Artinya
dalam kerja media tentunya sangat bergantung kepada informasi yang di berikan pihak pihak berkompeten dan yang pastinya pemberitaan media sebelumnya soal pengadaan kapal ikan tetap mengacu kepada hasil RDP dan keterangan PPK dan kelompok nelayan penerima bantuan kapal ikan juga termasuk peryataan Kadis Perikanan.
Yang pastinya semua pemberitaan media sesuai realita dan tidak seperti pernyataan kadis perikanan, karena soal penguasaan materi dan regulasi tentunya sebagai pekerja media di tuntut untuk bisa menguasai regulasi terkait soal yang sedang ada dalam pemberitaan media.
Hal menariknya ada pada sikap arogansi kadis perikanan yang sepertinya merasa diri paling memahami aspek regulasi bidang perikanan tetapi kenyataannya banyak persoalan ada pada instansi ini yang tidak bisa di selesaikan.
(Tim)
Catatan Media
Oleh Mikael D.Balamaking
Pengiat media