RepublikeXpose – Jakarta
8 Oktober 1929, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Andries Cornelies Dirk de Graeff meresmikan sebuah stasiun yang terletak di wilayah Batavia. Stasiun itu kini dikenal sebagai Stasiun Jakarta Kota.
Karyawan kereta api bahkan mengubur dua kepala kerbau sewaktu peresmian, yaitu satu di stationsplein (tanah lapang) di antara jam dan pintu masuk utama, dan satu lagi di belakang bangunan baru.
Stasiun ini dikelola oleh perusahaan swasta bernama Bataviasche Oosterspoorweg Maatschapij. Oleh sebab itu, stasiun itu sering disebut dengan nama “Beos”, singkatan dari perusahaan itu. Versi lain, ada yang menyebut bahwa Beos diambil dari kata Batavia En Omstreken atau Batavia dan sekitarnya.
Perusahaan ini melayani jalur kereta dari Batavia menuju Karawang sepanjang 63 kilometer.
Pada 1898, perusahaan kereta api milik Pemerintah Hindia Belanda, Staatspoorwegen (SS) mengambil alih pengelolaan jalur kereta ini.
Kemudian, pada 1926 stasiun ini ditutup dan direnovasi. Selama masa renovasi, jalur dialihkan menuju Batavia Utara (Batavia Noord) yang juga sudah diakusisisi oleh SS.
Sebagai arsitek, Pemerintah Hindia Belanda menunjuk Ghijsels. Ia tergabung dalam Algemeen Ingenieur Architectenbureau atau Algemeen Ingenieur Architecten (AIA), sebuah biro umum sipil dan arsitektur. Tiga punggawa biro ini, selain Ghijsels, adalah Ir Hein von Essen, dan Ir F Stlitz.
Pada 1993, Stasiun Jakarta Kota mendapatkan predikat cagar budaya, setelah mendapat surat Keputusan Gubernur DKI Nomor 475 Tahun 1993. Stasiun ini memiliki 12 jalur rel kereta api dan berada di bawah Daerah Operasi (DAOP 1) Jakarta. Dalam perkembangannya, semua kereta api penumpang jarak jauh dan menengah yang semula berhenti di stasiun ini direlokasikan ke Stasiun Pasar Senen.
#wisatatempodulu #timetravel #sejarahindonesia #mesinwaktu #batavia #stasiunjakartakota
Sumber: Wikipedia
(Red).