MENYONGSONG PUTUSAN BERKEADILAN DALAM KASUS SK BUDIARDJO MELAWAN GEMBONG MAFIA TANAH INDONESIA

RepublikeXpose – Jakarta

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Kuasa Hukum SK Budiardjo & Nurlela

Selasa (3/10/2023), di Pengadilan Negeri Jakarta Barat adalah hari pembacaan putusan kasus SK Budiardjo & Nurlela yang dikriminalisasi oleh Agung Sedayu Group (Korporasinya Aguan). Sedianya, Selasa dua pekan lalu (19/9) putusan dibacakan. Namun, Majelis Hakim menunda pembacaan putusan.

Dalam kasus ini, SK Budiardjo dan Nurlela (istrinya), dituntut oleh Jaksa dengan pidana penjara 2 tahun dan 6 bulan. Keduanya dituduh memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik saat melaporkan kasus penyerobotan tanah miliknya, dan dianggap melanggar Pasal 266 ayat (2) KUHP.

Deskripsi ringkas kasusnya adalah sebagai berikut:

Pada tahun 2006 dan 2007, SK Budiardjo dan Nurlela membeli tanah yang luasnya 10.259 m². Dasar kepemilikan penjual adalah Girik C 1906 dari Abdul Hamid Subrata seluas 2.231 m², Girik C 5047 dari Edy Suwito seluas 548 m² dan Girik C 391 seluas 7.480 m².

Tanah itu, sejak dibeli dikuasai dan dikelola oleh keduanya. Diatas tanah tersebut dibangun usaha Car Wash, dan gudang peralatan lengkap dengan 5 kontainer perkakas.

Tiba-tiba, tanggal 21 April 2010 tanah dirampas oleh PT Sedayu Sejahtera Abadi (PT SSA), yang merupakan anak usaha Agung Sedayu Group. Tanah dirampas, 5 kontainer dicuri dan SK Budiardjo mengalami kekerasan (dipukul) preman yang mengaku suruhan Agung Sedayu Group.

Pada tanggal 10 Juni 2010, SK Budiardjo & Nurlela melaporkan kejadian pencurian 5 kontainer dan perampasan tanah dengan bukti kepemilikan berupa Girik C 1906, Girik C 5047 dan Girik C 391 ke Polda Metro Jaya. Kasus ini murni kejahatan perampasan tanah dan pencurian 5 kontainer, tapi tidak diproses oleh penyidik. Padahal, sudah ada gelar perkara tanggal 2 Agustus 2017, yang hasilnya merekomendasikan pemeriksaan sejumlah penyidik yang terlibat ke Div Propam Polri terkait dugaan pelanggaran kode etik profesi dan tindakan yang tidak profesional, yaitu : Kompol Sumardi, IPDA Rudi Kauntu, AKP Bintoro, AKP Heru T., Bripka Akhirudin Harahap, Briptu Pilatus Ginting dan Aiptu Agus Ariyanto.

Alih-alih para penyidik ini diproses etik, laporan penyerobotan tanah dan pencurian 5 kontainer SK Budiardjo juga tidak ditindaklanjuti, kasus yang dilaporkan SK Budiardjo malah macet, tidak diproses. Belakangan laporan SK BUdiardjo justru di SP3 oleh Bareskrim Polri, SK Budiarjo dan Nurlela malah yang dipenjara karena laporan Agung Sedayu Group.

PT SSA (Agung Sedayu Group) melaporkan SK Budiardjo & Nurlela dengan tuduhan memalsukan girik C 1906 dan Girik C 5047, dengan Pasal 266 ayat (2) KUHP dan Pasal 263 ayat (2) KUHP. Jadilah SK Budiardjo dan Nurlela sebagai Tersangka dan ditahan hingga 2 bulan.

Girik C 1906 dianggap palsu, alasannya tidak terdaftar di kelurahan Cengkareng Timur. Girik C 5047 dianggap palsu, alasannya lokasinya terletak di kelurahan Kapuk.

Alhamdulilah, dalam perjalanan kasus akhirnya permohonan penangguhan dikabulkan majelis hakim. Sehingga, SK Budiardjo & Nurlela bisa menjalani persidangan tanpa ditahan.

Dalih tuduhan memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik tidak terbukti. Girik C 1906 dan Girik C 5047 terbukti asli.

Tidak ada hasil laboratorium forensik yang membuktikan adanya kepalsuan dokumen. Tidak ada keterangan dari IPEDA selaku penerbit Girik atau lembaga penggantinya yang membuktikan adanya kepalsuan dokumen. Tidak ada dokumen pembanding yang membuktikan adanya kepalsuan dokumen.

Bahkan, sejumlah bukti, saksi dan ahli yang dihadirkan SK Budiardjo malah menguatkan keaslian dokumen Girik C 1906 dan Girik C 5047.

Dokumen putusan perkara nomor 442/Pdt.G/2006/PN.JKT.BAR memenangkan Girik C 1906 dan memerintahkan Girik C 1906 dikeluarkan dari SHGB 1633 milik PT SSA (Agung Sedayu Group).

Dokumen Surat Kantah BPN Jakbar merekomendasikan agar BPN Wilayah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan tanah Girik C 1906 milik Abdul Hamid Subrata (yang dijual ke Nurlela), agar dikeluarkan dari SHGB 1633 milik PT SSA (Agung Sedayu Group).

Dokumen Surat Keterangan Nomor 69/1.711.13 tanggal 13 Nopember 1995 dari kelurahan Cengkareng Timur, menegaskan Girik C 5047 berada di Cengkareng Timur, yang dulu sebagiannya merupakan pemekaran dari Kelurahan Kapuk.

Dokumen Surat Keterangan Nomor 27/1.711 dari kelurahan Cengkareng Timur terbit 1 Desember 1997 juga menegaskan hal serupa, menerangkan Girik C 5047 berada di Cengkareng Timur, yang dulu sebagiannya merupakan pemekaran dari Kelurahan Kapuk.

Saksi Odih, mantan pejabat pemungut IPEDA mengenal fisik girik dan pejabat yang menandatangani girik, keduanya asli. Pejabat yang bertandatangan dikenal oleh saksi, karena saat bertugas merupakan atasan saksi.

Saksi Soleh, menyatakan akta jual beli terhadap Girik tersebut terdaftar di kecamatan Cengkareng. Jadi, semua clear. Tak ada yang tak terdaftar.

Saksi Ir.Tjahyo Judianto, M.Sc., M.K., selaku mantan pejabat BPN Kantah JakBar, menerangkan Girik 1906 Asli bahkan dirinya-lah yang meneken surat rekomendasi kepada BPN DKI Jakarta, agar mengeluarkan tanah Girik C 1906 milik Abdul Hamid Subrata (yang dijual ke Nurlela), agar dikeluarkan dari SHGB 1633 milik PT SSA (Agung Sedayu Group).

Jadi, tak ada Girik palsu. Tak ada keterangan palsu. Apa yang dialami oleh SK Budiardjo dan Nurlela murni kriminalisasi. Modus operandinya, menggunakan keterangan lurah dan oknum pejabat kecamatan (BOY RAYA PURBA dan DARWIN SIMATUPANG) yang mengaku Girik tersebut tidak terdaftar di Kelurahan dan Kecamatan.

Selanjutnya, memanfaatkan wewenang oknum penyidik di Polda Metro Jaya dan oknum Jaksa di Kejaksaan Tinggi DKI (Jaksa Asep), untuk memproses kasus sumir ini, dan dipaksakan dengan tuntutan penjara 2 tahun dan 6 bulan.

Jadi, tidak ada alasan lain bagi majelis hakim yang menangani perkara kecuali menghentikan kriminalisasi ini dengan memberikan putusan yang berkeadilan, yakni putusan membebaskan SK Budiardjo & Nurlela, atau setidaknya melepaskan keduanya dari segala tuntutan hukum.

(Red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *